Sabtu, 1 September 2012

ULAMAK SU'


  • Lina Ina Asy-Syathibi mengatakan, “Ulama su’ adalah ulama' yang tidak beramal sesuai dengan apa yang ia ketahui.”

    Ibn Taimiyah, setelah mengutip QS al-A‘raf ayat 146, berkata,

    “Inilah keadaan orang yang tidak beramal sesuai dengan ilmunya, tetapi mengikuti hawa nafsunya. Itulah kesesatan, sebagaimana firman Allah dalam QS al-A‘raf ayat 175-176; ini seperti ulama su’.”

    Di antara ulama su’ itu adalah ulama' salathin, yaitu ulama yang menjadi tali barut penguasa. Anas bin Malik ra. menuturkan sebuah hadis:

    "Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama su’, mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu." (HR al-Hakim).

    Menurut adz-Dzhabi, ulama su’ adalah 'ulama' yang mempercantik kezaliman dan ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa, 'ulama' yang memutarbalikan kebatilan menjadi kebenaran untuk penguasa, atau ulama' yang diam saja (di hadapan penguasa) padahal ia mampu menjelaskan kebenaran.

    Anas meriwayatkan:

    "Ulama adalah kepercayaan para rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik dengan dunia maka mereka telah mengkhianati para rasul. Kerana itu, jauhilah mereka". (HR al-Hakim).
    Hal itu kerana, jika 'ulama' bergaul dengan penguasa dan sering mendatanginya, yang diharapkan adalah dunia. Tentu yang dimaksud bukan 'ulama' yang datang untuk beramal makruf nahi mungkar dan membetulkan penguasa.

    Rosaknya 'ulama' di antaranya kerana sifat tamak terhadap dunia. Ad-Darimi menuturkan, Umar bertanya kepada Kaab, “Apa yang mengeluarkan ilmu dari hati ulama?” Kaab menjawab, “Ketamakan.”

    Keluarnya ilmu dari hati maksudnya bukan dilupakan, tetapi ilmu itu ditinggalkan, pengaruhnya hilang dan tidak lagi dijadikan tontonan. Hal itu sama saja dengan menukar ilmu atau agama dengan dunia. Inilah satu di antara sikap ulama su’. Ulama' demikian lebih layak di neraka.

    Abu Hurairah ra. menuturkan hadis:

    "Siapa yang makan dengan (memperalat) ilmu, Allah membutakan kedua matanya (atau wajahnya di dalam riwayat ad-Dailami), dan neraka lebih layak untuknya". (HR Abu Nu‘aim dan ad-Dailami).
    Maksudnya adalah ulama yang menjadikan ilmunya sebagai alat untuk memperoleh kekayaan.

    As-Sayrazi mengatakan,

    “Syaitan mendandani keburukan di hadapan ulama hingga berhasil menjerumuskan mereka dalam kemurkaan Allah. Mereka lalu memakan dunia dengan memanfaatkan agama, memperalat ilmu untuk mendapatkan kekayaan dari para penguasa, serta memakan harta wakaf, anak yatim dan orang miskin. Syaitan telah berhasil memalingkan perhatian ulama' itu untuk mencari pangkat dan kedudukan di hati makhluk. Itulah yang menyeret mereka ke dalam perdebatan, persaingan dan kebanggaan.”

    Al-Minawi, dalam Faydh al-Qadîr, mengatakan,

    “Bencana bagi umatku (datang) dari ulama su’, yaitu ulama yang dengan ilmunya bertujuan mencari kenikmatan dunia, meraih pangkat dan kedudukan. Setiap orang dari mereka adalah tawanan syaitan. Ia telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dikuasai oleh kesengsaraannya. Siapa saja yang keadaannya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang dari beberapa sisi. Dari sisi umat; mereka mengikuti ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya. Ia memperindah penguasa yang menzalimi manusia dan mudah mengeluarkan fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan kedustaan. Kerana sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui.”

    Kata tidak tahu tidak ada dalam kosakata ulama su’. Ia merasa janggal mengatakan tidak tahu. Padahal, Ibn Umar yang hebat itupun, tidak merasa malu untuk mengatakan tidak tahu. Ibn al-Mubarak meriwayatkan dari Ibn Umar, bahawa ia pernah ditanya tentang sesuatu, lalu ia menjawab, “Aku tidak tahu.” Kemudian ia menempelak dengan mengatakan, “Apakah engkau ingin menjadikan punggung-punggung kami sebagai jambatan bagi kalian ke neraka Jahanam?”

    Muadz bin Jabal membahagi ulama su’ di dalam tujuh tingkatan neraka.

    Tingkat pertama:

    ulama yang jika mengingatkan manusia, ia bersikap kasar; jika diingatkan manusia, ia menolak dengan tinggi hati.

    Tingkat kedua:

    ulama yang menjadikan ilmunya alat untuk mendapatkan pemberian penguasa.

    Tingkat ketiga:

    ulama yang menahan ilmunya (tidak menyampaikannya).

    Tingkat keempat:

    ulama yang memilih-milih pembicaraan dan ilmu guna menarik wajah orang-orang dan ia tidak memandang orang-orang yang memiliki kedudukan rendah.

    Tingkat kelima:

    ulama yang mempelajari berbagai perkataan dan pembicaraan orang Nasrani dan Yahudi guna memperbanyak pembicaraannya.

    Tingkat keenam:

    ulama yang mengangkat dirinya sendiri seorang mufti dan ia berkata kepada orang-orang, “Bertanyalah kepadaku.” Orang itu ditulis di sisi Allah sebagai orang yang berpura-pura atau memaksakan diri dan Allah tidak menyukai orang demikian.

    Tingkat ketujuh:

    ulama yang menjadikan ilmunya sebagai kebanggaan dan kepuasan intelektual saja.

    Kerana semua itu, al-Ghazali mengingatkan,

    “Hati-hatilah terhadap tipu daya ulama su’. Sungguh, keburukan mereka bagi agama lebih buruk daripada syaitan. Sebab, melalui merekalah syaitan mampu menanggalkan agama dari hati kaum Mukmin. Atas dasar itu, ketika Rasul saw ditanya tentang sejahat-jahat makhluk, Beliau menjawab, “Ya Allah berilah ampunan.”

    Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali, lalu bersabda, “Mereka adalah ulama su’.”

    Wallahualam.
  • Lina Ina Akhir Zaman Syaitan Menggunakan Ayat Ayat Quran untuk menyesatkan Manusia

    Mereka memperagakan ayat ayat Allah untuk habuan yang sedikit.

    Mereka 'mereka' nampak tafsiran hampir serupa. Mereka copy paste ayat ayat Quran dengan tafsiran nampak benar tetapi itulah tipu daya yang amat nyata.
    Begitu licik syaitan mempermainkan manusia.
    Syaitan adalah musuh yang tak pernah kalah, itulah perjanjian mereka. Mereka berjanji dengan Tuhan menggoda dan menghasut dengan lakunan licik.
    Mereka mengetuai golongan manusia, mereka mengakui dan mengadakan Tuhan dengan dalil nas dan hadis.
    Disebalik itu manusia dilalaikan dari mengenal Tuhan, hanya mengikut beramal.
    Amal adalah sia sia tanpa mengenal Tuhan.

    Bila kepala syaitan direjam dan ditanya apa bukti apa yang kamu katakan;
    Contoh ditanya apa bukti yang kamu katakan kudrat Allah, mereka (syaitan) akan mengubah jawapan kepada perkara lain.
    Mereka tak ada mejawab dan tidak akan berani merendah diri (tabiat api).

    Mereka tidak akan menjawab bukti keTuhanan azali. Mereka akan terbakar jika cuba menjawab.
    Mereka akan berdalih dalil demi dalil, nas demi nas dengan kepalsuan ber Al Quran dan berhadis.

    AWAS, jangan mudah terpedaya dengan mereka yang menggunakan AL Quran dan Al Hadis dengan tujuan menyesatkan yakni mengajar manusia meninggi diri, ujud diri. Sedarilah bil haqi haqi ilahlah (yang wujud hanya Allah).
    Ujian paling besar kita hari ini ialah ramainya mengaku guru, tetapi guru syaitan.

    Jika seorang guru tidak dapat membuktikan apa ucapannya, cepat cepatlah bertanya dan mohon kepada Allah, tunjukilah jalan yang benar. Dengan iklas hati moga Allah perkenankan doa mendapat ilmu yang benar dari guru yang benar.

    Contoh diajar baca Quran, baca elok elok, jaga nahu tawjid, (nampak sepintas lalu macam betul).
    Bila ditanya saya baca, nak faham maksud. Dijawab Guru, baca bagi betul nahu dan tawjid dan tak perlu maksud.
    Dimasa itu bila ditanya hal kebenaran dijawab hal kepalsuan, itulah syaitan.

    Begitu juga di dalam perihal mengenal Tuhan, Tauhid ialah Kalimatul Syahadah, ( ILMU ) dan bukannya amal. Makluk untuk difahami beza, dan dapat membezakan yang mana makluk dan yang mana Tuhan. Bukannya menjadi Tuhan. Mengaku akuan aku, meletak diri itu Tuhan, dengan tak secara langsung nampak sama. Tetapi bila ditanya bukti, mereben dan merepek beri jawapan.
    Kalau ditanya tidak bersekutu dan tidak bercerai, berdalih denga nas dan hadis. Sebenarnya tak faham apa kebenda pun dan cuba berjawab, tak mau rendah diri.
    Syaitan selalu bila ditanya suka mereben menjawab. Konon kedudukan, tak akan mengaku kalah itulah syaitan.
    Akhirnya yang menjadi mangsa mereka yang inginkan ilmu tetapi berjumpa dengan ilmu disangka benar.
  • Rosli Lazim Apakah dengan menggunakan undang2 hudud PAS kita mampu memastikan Perogol Anak Sendiri dikenakan hukuman?
  • Lina Ina Kewajiban melaksanakan hukum Islam ke atas kafir zimmi merupakan satu perkara yang teramat jelas di dalam Islam. Tidak ada khilaf di kalangan ulama tentangnya dan kafir zimmi yang telah hidup di dalam Daulah Islam selama lebih 13 abad pun mematuhi hal ini. Kita perlu memahami bahawa hukum Islam adalah hukum Negara, bukannya hukum ke atas individu Muslim sahaja. Contoh yang mudah sahaja seperti hukum potong tangan untuk si pencuri – ini adalah hukum negara di mana tidak kiralah sama ada pencuri itu Muslim atau kafir, maka wajib dipotong tangannya. Begitu jugalah dengan hukum rompak, bunuh, judi, riba, rogol, zina dan sebagainya. Hukum Islam adalah hukum yang wajib diterapkan oleh pemerintah ke atas setiap warganegara. Di dalam kehidupan Daulah Islamiyyah, orang-orang kafir zimmi (sesuai dengan akad zimmah dengan Negara Daulah) hanya dibolehkan menjalankan hukum-hakam yang berhubungan dengan akidah, ibadah, makanan, perkahwinan, kematian dan sejenisnya menurut hukum-hakam agama mereka, asalkan tidak menam¬pakkan syi'ar-syi'ar agama mereka di hadapan kaum Muslim. Namun, dalam perkara yang menyangkut hukum-hakam umum iaitu mua’malat dan uqubat (hudud, qisas, ta’zir dan mukhalafat), maka atas mereka (orang-orang kafir zimmi) diterapkan hukum¬-hakam Islam sepenuhnya. Sebenarnya kedudukan mereka sebagai warganegara Daulah Islamiyah adalah sama dengan kaum Muslimin dari aspek hak dan tanggungjawab sebagai warganegara. Surah al-Maidah (5):48 dan juga an-Nisa (4):105 di atas sudah cukup menunjukkan bahawa hukum-hukum Islam itu wajib dilaksanakan ke atas seluruh warga negara, sama ada Muslim mahupun kafir zimmi.

    Teramat salahlah pandangan yang menyatakan bahawa kafir zimmi tidak terikat dengan hukum Islam. Sungguh jauh dari kebenaran pandangan ini dan teramat ganjil sekali. Apa tidaknya, istilah dan pengertian ‘zimmi’ itu sendiri bermaksud “perlindungan yang diberikan kepada mereka kerana ketundukan mereka kepada hukum-hakam Daulah (hukum Islam)”. Status ‘zimmi’ (perlindungan) diberikan kepada mereka sebagai balasan dari ‘jizyah’ yang mereka bayar kepada Daulah. Dan jizyah ini adalah hukum Islam, bukan hukum kufur. Jadi, bayaran jizyah yang dikenakan ke atas kafir zimmi ini adalah terlalu jelas dan nyata dan secara automatiknya menunjukkan kepada kita bahawa kafir zimmi wajib mengikut atau tunduk kepada hukum Islam. Dengan kata lain, jika kafir zimmi tidak tertakluk kepada hukum Islam, maka tidak perlulah mereka membayar jizyah. Dan hal ini demi Allah sesungguhnya tidak akan terjadi (kerana kafir zimmi wajib membayar jizyah dengan maksud mereka wajib tunduk kepada hukum Islam). Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

    “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak beriman kepada hari akhirat, dan mereka pula tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya, dan tidak beragama dengan ugama yang benar, iaitu dari orang-orang yang diberikan Kitab (kaum Yahudi dan Nasrani), sehingga mereka membayar jizyah dengan keadaan tunduk patuh” [TMQ at-Taubah (9):29].

    Apabila orang-orang kafir zimmi menolak untuk dihukumi dengan hukum-hakam Islam, maka Khalifah wajib memaksa mereka untuk tunduk. Rasulullah Sallallahu ‘alihi wa Sallam pernah menulis surat kepada penduduk Najran yang beragama Nasrani, dengan kalimat yang amat tegas sekali, di mana sabda baginda, “Sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang melakukan transaksi (jual beli) dengan riba, maka tidak ada lagi perlindungan (zimmah) atasnya.” Kedudukan penduduk Najran waktu itu adalah sebahagian dari Daulah Islamiyyah. Selain ini, terdapat banyak hadis yang jelas menunjukkan bahawa orang-orang kafir yang hidup di dalam Daulah Islam adalah dihukum menurut hukum Islam atas kesalahan yang telah mereka lakukan. Dalam sebuah hadis riwayat dari Anas, “Seorang Yahudi telah menyepit kepala seorang perempuan dengan dua buah batu. Kemudian ditanyakan kepadanya siapakah yang melakukannya? Ia menjawab, ‘sifulan atau sifulan’ dengan menyebut nama seorang Yahudi. Rasulullah Sallallahu ‘alihi wa Sallam bertanya, ‘Apakah engkau telah menyepit kepalanya?’ Yahudi itu akhirnya mengakui perbuatannya. Kemudian Rasulullah Sallallahu ‘alihi wa Sallam memerintahkan untuk menyepit kepala Yahudi itu dengan dua buah batu (iaitu membunuhnya)”. Dalam riwayat Muslim disebutkan, “...maka ia dibunuh lantaran ia datang kepada Nabi dengan menyerahkan jiwanya”

    Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,

    “Bahawa Rasulullah Sallallahu ‘alihi wa Sallam telah pun menghukum rejam dua orang Yahudi. Kedua-dua itu sebelum berzina telah merasai persetubuhan melalui perkahwinan di dalam agamanya”.

    Imam Nawawi dalam Minhaj At-Thalibin menyatakan, “Dan had (hudud) untuk penzina muhsan, mukallaf yang merdeka adalah rejam. Syarbini berkomentar menjelaskan ungkapan ini, “..kerana Nabi telah merejam dua orang Yahudi sebagaimana diriwayatkan dalam Sahihain, dalam tambahan riwayat Abu Daud, ‘mereka berdua adalah muhsan’. Tambahan lagi, akad zimmah adalah syarat untuk melaksanakan hudud ke atas zimmi, bukan kerana statusnya muhsan” [Nihayat Muhtaj VII:427].
  • Lina Ina Keadaan Kafir ini terbahagi kepada 3 bentuk :

    A. Kafir Hakiki – mereka yang memang tidak menerima Islam sebagai anutan (Bukan Islam). Mereka ini terbahagi kepada 2 gerombolan aitu Kafir Zimmi dan Kafir Harbi. Fenomena Kafir Hakiki ini juga boleh terjadi kepada ummat Islam apabila mereka murtad (keluar dari agama Islam), berbuat syirik kepada Allah Swt. dan melakukan perkara-perkara (secara didalam hati, perkataan dan perbuatan) yang membatalkan syahadah (keIslaman).

    B. Kafir Kitabi – golongan manusia yang mengikut kitab-kitab samawi tulin, yang diturunkan kepada para nabi dan ummatnya terdahulu sebelum Al Qur’an (Zabur kepada Nabi Daud ahs. Taurat kepada Nabi Musa as. dan Injil kepada Nabi Isa as.).

    C. Kafir Amali – fenomena ini terjadi ke atas ummat Islam yang meninggalkan amalan-amalan syara’ yang diwajibkan ke atasnya memperbuat seperti solat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Inilah keadaan kafir yang banyak terjadi kepada orang Islam.

    Orang-orang Kafir Hakiki ini terbahagi kepada 2 macam gerombolan orang, aitu :

    A. Kafir Zimmi (aitu kafir yang jinak/berjanji setia dan tidak memerangi Islam) - Mereka itu telah dijelaskan oleh Allah Swt. di dalam Al Qur'an ul Ghafuur :

    "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu kerana agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil".
    Surah Al-Mumtahanah (60) : ayat 8.

    Dari ayat ini, para mufassirin dan fuqaha menegaskan : Kafir Zimmi adalah orang kafir yang diam dan hidup dalam wilayah pentadbiran ummat Islam, mereka berjanji setia kepadanya, mengikut peraturannya, membayar jizyah, hidup bersama muslimin dan tidak memusuhi Islam. Mereka dijaga kebajikan dan dijamin keselamatan oleh Negara Islam.

    Rasulullah Saw. menjaga kepentingan dan kehormatan mereka ini sepertimana sabda Baginda :

    "Barangsiapa yang melakukan kezaliman terhadap orang kafir yang ada perjanjian dengan pemerintah Islam, atau membatalkan haknya, memberatkan kepadanya lebih dari kadar kemampuannya, mengambil daripadanya dengan cara yang tidak baik, maka aku akan mempertahankannya di hari Kiamat".
    Hadis sahih riwayat imam Abu Daud rohimahullah : No. 2654.

    Allah Swt. telah memerintahkan supaya para mukminin berlaku adil kepada semua manusia (termasuklah kafir zimmi) dan tidak menjatuhkan hukuman hanya kerana mengikut perasaan, hawa nafsu atau dorongan kebencian seterusnya menyebabkan ketidakadilan. FirmanNya di dalam Al Qur’an ul Haaq :

    “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan kerana Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil, Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah kerana (adil) itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti dengan apa yang kamu kerjakan”.
    Surah Al Maidah (5) : ayat 8.

    B. Kafir Harbi (aitu kafir yang memusuhi Islam dan diperangi) - Mereka itu telah dijelaskan oleh Allah Swt. di dalam Al Qur'an ul Kabiir :

    "Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu kerana agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim".
    Surah Al Mumtahanah (60) : ayat 9.

    Dari ayat ini, para mufassirin dan fuqaha menegaskan : Kafir Harbi adalah orang kafir yang diam dan hidup dalam wilayah pentadbiran ummat Islam atau diluarnya, mereka berkhianat kepada Negara Islam, memusuhi, tidak mahu berdamai, menjalankan usaha merosakkan ummat Muslimin dan agama Islam. Mereka ini mesti diwaspadai dan diperangi sekiranya mereka menyerang ummat Islam atau membantu pihak lain menyerang ummat Islam. Dan Allah Swt. juga memerintahkan kita ummat Muslimin supaya tidak menjadikan mereka sahabat, kawan rakan, pembela dan wali (pemimpin).

    Tuntutan Islam
    Sesungguhnya Allah melarang keras orang-orang mukmin mengambil para Kafirin sebagai wali menerusi firmanNya di dalam Al Qur’an ul Razaaq :

    “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali(A) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, nescaya lepaslah dia dari pertolongan Allah kecuali kerana (siasah) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri-(siksaan)Nya. Dan hanya kepada Allah kembali mu”.
    Surah Ali Imran (3) : ayat 28
    (A) : bermakna teman akrab, pemimpin, pelindung atau penolong

    Pesanan Saya
    Boleh jadi ramai yang takkan suka dengan apa yang bakal saya sebutkan ini. Namun baiklah saya sebutkan juga kerana ramai orang dah terleka atau telah melupakannya. Jelas benar sekarang ini, ramai golongan mukmin sanggup mengenepikan rakan seagama demi membela rakan kafir mereka biarpun atas perkara-perkara sangat sensitif dan melukakan hati ummat Islam. Pemerhatian saya mendapati, perbuatan sebegini diperlakukan kerana adanya kepentingan-kepentingan tersendiri yang tidak menyangkut pun kepada kepentingan Islam. Kerana itu, saya mahu sampaikan pesanan ini.

    Barangsiapa yang bertauhidkan Allah Swt. dan mentaati pesuruh-Nya, tidak boleh baginya berkasih sayang dan terlalu mempercayai dengan orang yang menolak keesaan Allah dan kerasulan pesuruh-Nya, walaupun mereka adalah kerabat yang paling dekat. Sesungguhnya Allah Azzawajalla telah memberi pesan di dalam Al Qur’an ul Ikraam :

    “Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, sekalipun orang itu bapa-bapa atau anak-anak atau saudara mara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dariNya, dan memasukkan mereka kedalam syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Allah rela terhadap mereka dan mereka rela kepada Allah. Mereka itulah golongan Allah, ketahuilah bahawa golongan Allah itulah golongan yang beruntung”.
    Surah Al Mujadalah (58) : ayat 22
  • Lina Ina Larangan Allah Swt. supaya orang Mukmin, tidak mengambil bukan Islam sebagai orang kepercayaan disebabkan sikap dan hasad buruk yang tersirat di dalam diri mereka. Mereka berpura baik dan manis mulut di depan kita tetapi mendoakan dan mengusahakan kecelakaan ke atas kita dibelakang. Itulah yang disebut Allah Swt. di dalam Al Qur'an ul Qadiir :

    "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (kerana) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya".
    Surah Ali Imran (3) : ayat 118

    Amat perlu ummat Islam berhati-hati dengan segala tipudaya kaum kafirin kerana hakikatnya mereka tidak pernah redha dan suka kepada kita orang-orang mukmin ini sehingga kita mengikut agama dan telunjuk mereka. Inilah intipati firman Allah Swt. di dalam Al Qur’an ul Haaq :

    “Sekali-kali tidak akan orang yahudi dan nasrani redha (suka) kepada kamu sehingga kamu mengikut agama mereka. Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya, jika kamu ikut kemahuan mereka setelah pengetahuan datang kepada kamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
    Surah Al Baqarah (2) : ayat 120

    Saya berpesan kepada rakan-rakan lain terutamanya kepada diri saya sendiri, supaya kita berhati-hati dengan para Kafiriin ini agar tidak terpedaya dan mengikut mereka setelah kita menerima Islam sebagai anutan suci kita, sedang Allah Swt. menceritakan bahawa mereka sendiri pun amat menyesali kerana tidak mematuhi Islam di akhirat nanti. Takkanlah kita pula yang telah mengakui 2 syahadah mahu bermain-main dengan syari'at Allah Swt. dan rasulNya.

    “Sungguh telah rugilah orang-orang yang telah mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan, sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata : Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu. Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu”.
    Surah Al An’aam (6) : ayat 31

    Sungguh bukanlah niyat dan seruan saya disini supaya kita ummat Muslimin ini sentiasa bergaduh, mencurigai, bersangka buruk, membenci, bermusuh dan bertelagah dengan kafiriin, namun intipati yang mahu saya tekankan adalah, janganlah sekali-kali kita berlaku tidak adil sehingga mengenepikan, mencerca, membenci dan memusuhi saudara seagama dan sebangsa kita demi menegakkan rakan kafiriin kita atau, menggunakan rakan kafiriin pula untuk membantai saudara Muslim kita hanya kerana mengharapkan keuntungan sosial, politik dan ekonomi. Lebih dahsyat lagi, kita pula hakikatnya menjadi alat kafiriin untuk membantai rakan seagama sendiri waima secara sedar ataupun tidak sedar. Begitu juga, atas dasar mahu berbaik dalam ukhuwwah dengan kafiriin itu, tidaklah sama sekali melayakkan kita berperilaku semberono sehingga melepasi batasan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh Islam.

    Satu lagi mahu saya sebutkan tentang perangai kafiriin ini, meskipun diantara mereka terjadi perselisihan dalam banyak hal, tetapi mereka bersatu dalam menghadapi musuh. Inilah yang diperingatkan dengan keras oleh Al Qur’an, yaitu orang-orang kafir tolong-menolong antara sesama mereka, sementara orang-orang Islam tidak mahu tolong-menolong sesama Muslimin sepertimana firman Allah Swt. di dalam Al Qur’an ul Hassan :

    “Adapun orang-orang kafir, sebahagian mereka menjadi pelindung bagi sebahagian yang lain. Jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang diperintahkan Allah itu, (yang dimaksud dengan apa yang Telah diperintahkan Allah itu: keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum Muslimin) nescaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerosakan yang besar.”
    Surah Al Anfaal (8) : ayat 73

    Makna jika tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu ialah : jika kamu tidak saling melindungi dan saling membantu antara sebahagian dengan sebahagian lain sebagaimana yang dilakukan orang-orang kafir. Jika itu tidak dilakukan, nescaya akan terjadi kekacauan dan kerosakan yang besar di muka bumi. Disebabkan, orang-orang kafir itu mempunyai sikap saling membantu, saling mendokong dan saling melindungi yang sangat kuat diantara sesama mereka, terutama dalam menghadapi kaum muslimin yang berpecah-pecah dan saling merendahkan sesama sendiri.

    Kerana itu, tidak ada cara lain bagi orang yang hendak memperbaiki ukhuwwah Islam kecuali menyeru umat Islam untuk bersatu padu, memperkukuhkan jamaah, menyelesaikan perselisihan dan tolong-menolong dalam menghadapi kekuatan-kekuatan musuh Islam berdasarkan Kitabullah dan As Sunnah rasulNya, dengan berhati-hati dalam menjalankan hubungan dengan kafiriin agar tidak kita terpedaya sehingga menzalimi saudara seIslam. Itulah hasrat sebenar saya.

    Aakhirul Kalaam
    Begitulah penetapan dan makna syara' ke atas apa yang dikatakan Kafir, kemudiannya Kafir Zimmi dan Kafir Harbi. Saya ringkaskan dengan mengambil point paling utama sahaja. Huraian lebih lengkap akan membuatkan artikel ini sangat panjang. Berkenaan hal politik kepartian itu, InsyaAllah akan diperkatakan nanti dalam forum yang lain pula. Buat masa ini, saya tak mahu memberikan ulasan secara langsung malah sebenarnya saya tak berminat pun untuk mengupas mengikut perspektif mereka. Itulah yang lebih baik. Itupun, sekiranya kita masih diberi nyawa dan kesempatan untuk menyampaikan dan berkongsi apa yang termampu.

    Setakat inilah yang mampu saya nukilkan. Moga saya telah membantu. Yang benar itu datang dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, semua yang tidak benar itu dari saya yang amat dhoif ini.

    Wallahua’lam
  • Lina Ina Amat perlu ummat Islam berhati-hati dengan segala tipudaya kaum kafirin kerana hakikatnya mereka tidak pernah redha dan suka kepada kita orang-orang mukmin ini sehingga kita mengikut agama dan telunjuk mereka. Inilah intipati firman Allah Swt. di dalam Al Qur’an ul Haaq :

    “Sekali-kali tidak akan orang yahudi dan nasrani redha (suka) kepada kamu sehingga kamu mengikut agama mereka. Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya, jika kamu ikut kemahuan mereka setelah pengetahuan datang kepada kamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
    Surah Al Baqarah (2) : ayat 120
  • Lina Ina Larangan melantik Kafir sebagai pemimpin tertinggi

    Ali-Imran [28]

    Janganlah orang-orang yang beriman mengambil orang-orang kafir menjadi teman rapat dengan meninggalkan orang-orang yang beriman dan sesiapa yang melakukan (larangan) yang demikian maka tiadalah dia (mendapat perlindungan) dari Allah dalam sesuatu apapun, kecuali kamu hendak menjaga diri daripada sesuatu bahaya yang ditakuti dari pihak mereka (yang kafir itu) dan Allah perintahkan supaya kamu beringat-ingat terhadap kekuasaan diriNya (menyeksa kamu) dan kepada Allah jualah tempat kembali.

    Janganlah orang-orang yang beriman mengambil orang-orang kafir menjadi teman rapat dengan meninggalkan orang-orang yang beriman

    Agama juga berkait rapat dengan politik iaitu kuasa pemerintahan. Ayat ini melarang orang Islam dari melantik orang kafir sebagai pemimpin tertinggi dan apa-apa jawatan penting dalam sesebuah kerajaan Islam. Ini kerana apabila mereka (orang kafir) berkuasa, mereka boleh memusnahkan amalan orang Islam, juga askar dan polis terletak di bawah kekuasaan mereka.

    Islam tidak benar lantik orang kafir sebagai ketua negara, ketua tentera dalam sesebuah kerajaan Islam . (post yang “top” seperti perdana menteri mesti Islam). Ini kerana dibimbangi rahsia negara seperti kewangan dan pertahanan umat Islam akan diketahui mereka. Dalam ayat yang lain, dilarang menjadikan orang kafir sebagai penyimpan rahsia:

    Ali-Imran [118]

    Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang yang bukan dari kalangan kamu menjadi orang dalam (yang dipercayai)…….

    Dalam mazhab Syafie, orang kafir tidak boleh memegang jawatan dalam kerajaan Islam dan menjadi tentera. Dalam mazhab Hanafi, orang kafir boleh memegang jawatan dalam kerajaan Islam dan boleh menjadi tentera selagi jawatan tertinggi dipegang oleh orang Islam.

    Sekiranya dilantik juga, Allah tidak rugi apa-apa, sebaliknya orang Islam yang rugi, berdosa dengan Allah dan Islam juga akan musnah :

    dan sesiapa yang melakukan (larangan) yang demikian maka tiadalah dia (mendapat perlindungan) dari Allah dalam sesuatu apapun,

    Selain itu dilarang juga berkawan rapat dengan orang kafir. Sejak dari dahulu lagi, mereka tidak ikhlas dalam berkawan dengan orang Islam. Cuma sekadar menanam tebu di bibir mulut. Dibolehkan bergaul dengan orang kafir dalam urusan harian dan bisnes, selagi mereka tidak menggangu urusan kerajaan dan pemerintahan. Jika mereka terlibat dengan pemerintahan, maka berhati-hatilah berurusan dengan mereka seperti “menanam tebu dibibir mulut”. Orang kafir yang terlibat dengan politik tidak lagi termasuk dalam kategori kafir zimmi.

    Kafir zimmi

    Berdasarkan maksud surah Mumtahanah ayat 8-9 dan surah Ali Imran ayat 28, kafir zimmi sekurang-kurangnya perlu memenuhi ciri-ciri berikut:-

    (a) Orang kafir yang tinggal di negara Islam di atas kebenaran pemerintah Islam,(b) Kafir yang tidak terlibat secara langsung dalam urusan politik kerajaan Islam, dan (c) Kafir yang tunduk dan patuh di bawah sistem perundangan kerajaan Islam

    “kecuali kamu hendak menjaga diri daripada sesuatu bahaya yang ditakuti dari pihak mereka (yang kafir itu)”

    Misalnya di negera bukan Islam atau di negara yang sama banyak bilangan kafir dan Islam, dibolehkan melantik bukan Islam sebagai pemimpin.

    dan Allah perintahkan supaya kamu beringat-ingat terhadap kekuasaan diriNya (menyeksa kamu) dan kepada Allah jualah tempat kembali.

    Politik juga bukanlah lesen untuk mengata, mengumpat dan menceritakan keburukan orang lain. Semuanya akan disoal apabila kembali kepada Allah nanti.

    Tempat kembali kepada Allah cuma dua iaitu syurga dan neraka. Adapun A’raf (atas pagar) itu cuma tempat sementara bagi mereka yang sama banyak timbangan amalan baik dan jahatnya, orang yang gila sebelum baligh. Akhirnya mereka dimasukkan ke dalam syurga setelah disiksa batin melihat keseronokan syurga.

Tiada ulasan: